Sabtu, 31 Desember 2016

SIM SALABIM & BERKAT YANG TERTUNDA

SIM SALABIM & BERKAT YANG TERTUNDA

Tahun 2017 semakin dekat dan hanya dalam hitungan jam maka kita akan masuk pada lembaran tahun yang baru. Tidak terasa sudah 16th setelah saya pertama kali menginjakkan kaki untuk berkuliah di Surabaya :D dan tidak terasa sudah 15th lamanya saya berkecimpung didalam dunia marketing.

Di tahun-tahun awal saat saya menjajaki dunia marketing, ada banyak hal yang membuat saya jengkel (hahahaha). Khususnya bila ada yang mempertanyakan kredibilitas dan kemampuan saya dalam menjelaskan/menceritakan sebuah produk (yang saya jual tentunya). Belum lagi kalau ada yang menghina jualan saya ataupun membandingkannya dengan barang lain yang sudah jelas berbeda namun dengan keras kepalanya oleh si calon konsumen dianggap sama.

Setahun pertama saya berprofesi sebagai marketer terasa seperti gurun pasir dan tahun keduanya seakan menjadi gurun api dalam kehidupan marketing saya. Kenapa? Karena 2th tersebut saya tidak menghasilkan sesuatu yang signifikan yang mampu membuat orang-orang percaya bahwa apa yang saya lakukan memang baik (termasuk produk saya manjur). Kalau hanya namanya stress sih tahun-tahun itu makanan sehari-hari. Apalagi ditambah dengan keuangan yang semakin menipis (hahaha).

Dalam masa-masa sulit itulah saya kemudian berpikir mengapa ya manusia tidak bisa "sihir". Semisal hanya sekedar mengucap "sim salabim" atau "abra kadabra" maka semua keinginan kita bisa terwujud. Kalau ingin duit ya terjadilah, ingin makanan juga terjadilah. Dan kita juga bisa membantu orang lain dari hasil "abra kadabra" serta "sim salabim" kita (ngarep.com).

Butuh bertahun-tahun bagi saya untuk menyadari bahwa hal itu tidak mungkin akan terjadi (hahaha), bahwa tidak ada yang instant di dunia ini. Dan akhirnya saya menyadari bahwa Tuhan hanya memberikan suatu berkat kepada orang yang menurut-Nya pantas menerimanya. Dan walaupun saat ini saya belum pernah bertemu langsung dengan manusia si "abra kadabra" atau "sim salabim" itu, namun bisa jadi mereka juga benar adanya bukan? Dan mereka yang sangat sedikit jumlahnya itu, menerimanya sebagai berkat dari Tuhan karena hanya merekalah yang pantas memiliki kekuatan-kekuatan tersebut.

Kembali ke kenyataan hidup, saya menyadari hal-hal tersebut karena saya kemudian mengerti ada manusia-manusia yang tidak mampu mengendalikan dirinya. Dan tipe manusia seperti itu sangat mungkin tidak mampu mengendalikan sumber daya yang dimilikinya. Bagaimana bila manusia yang (meminjam istilah ngetrend saat ini) bersumbu pendek, mendapatkan berkah dari Tuhan sehingga memiliki sumber daya cukup untuk mendapatkan keinginan-keinginannya? Bukankah pasti akan ada manusia lain yang menderita dan menjadi korban?

Sebagai contoh, Nyamuk dan Lalat adalah pengganggu. Dan bila musuhnya memiliki kekuatan tidak terbatas namun memiliki karakter yang tidak baik, maka bisa saja seekor lalat dibunuh dengan menggunakan bazzoka. Dan hal ini bukan hanya mematikan lalat (yang bisa jadi malah lolos), tetapi malah menghancurkan sekelilingnya? Kira-kira emosi inilah yang dikhawatirkan Tuhan bila memberikan berkah yang besar kepada si sumbu pendek.

Seringkali ada banyak orang yang mengeluhkan kehidupannya. Mereka merasa seakan-akan Tuhan tidak adil. Mengapa ada yang sudah bekerja membanting tulang siang dan malam tidak mendapatkan berkat yang besar? Dan mengapa ada yang bekerja "seadanya" mendapatkan berkat yang berlimpah. Terlepas dari konsep Karma (hukum tabur tuai), saya kemudian juga merasa bisa jadi pekerjaan yang dia selesaikan tidak diselesaikan dengan sukacita, tidak dengan ikhlas sehingga Tuhan yang maha tahu juga merasa perlu untuk mempertimbangkan berkat yang akan diberikan-Nya kepada orang tersebut.

Pekerjaan yang diselesaikan dengan merengut, wajah yang cemberut dan mengeluarkan kata-kata yang tidak perlu tidak akan menjadi ibadah dalam kehidupannya. Hanyalah menjadi seperti beban yang tidak berkesudahan. Sehingga bisa jadi Tuhan malah merasa kasihan dengan yang bersangkutan dan sengaja tidak memberikan berkat karena Tuhan merasa bila akan memberikan berkat pada pekerjaan yang dihasilkan dari wajah cemberut, tutur kata yang tidak pantas atau merengut hanya akan menyiksa si orang tersebut dan seakan membuatnya terpaksa untuk terus mengerjakan sesuatu yang tidak disukainya.

Tuhan itu Maha Adil, Maha Tahu, Maha Kaya, Maha Pemurah dan Maha Penyayang. Sehingga tidak mungkin dengan semua kelebihan Tuhan itu, Tuhan tidak membaginya sedikit kepada kita. Hanya mungkin saja karena Tuhan merasa bila memberikan berkat-Nya hanya akan membuat kita bertambah "nelangsa", maka Tuhan tidak memberikannya dan menunggu sampai kita mampu menyukai apa yang kita kerjakan dan menjadi berkat buat kehidupan kita yang penuh kebahagiaan dan sukacita.

Jadi dengan ini maka saya menyadari, bisa jadi lho kita belum mendapatkan apa yang kita mau karena Tuhan memang sedang sengaja menundanya. Karena kita tidak bahagia dengan keadaan kita, maka Tuhan menunggu kita bahagia untuk menerima berkat-Nya. Dan akan sangat apes sekali bila manusia itu sifatnya demikian jelek sehingga tidak ada suatu apapun yang disyukurinya sehingga terus menerus ditunda berkatnya oleh Tuhan karena dia tidak pernah tulus dan sukacita dalam melakukan pekerjaannya.

Hasil renungan ini adalah renungan pribadi yang bisa jadi benar ataupun tidak benar. Namun saya pribadi akan menjadikannya sebuah pengingat sehingga bila dimasa depan saya akan melakukan sesuatu dengan keterpaksaan padahal tidak ada yang salah dengan apa yang akan saya lakukan, maka saya akan mengubah pandangan saya dan melakukannya dengan sukacita sebagai ibadah saya kepada Tuhan untuk menunjukkan syukur saya kepada-Nya. Karena bukankah pekerjaan adalah Ibadah? Demikian dengan Senyum dan rasa Syukur juga Ibadah?

Semoga berkah berlimpah bagi kita semuanya, Happy Weekend, Happy New Years Eve dan Be Happy :) Karena bahagia itu ada didalam kita, bukan dari luar kita :)

Sabtu, 24 Desember 2016

Biksu yang berbuat kejahatan

Beberapa waktu lalu saya dan Mama saya mendapatkan berkah untuk bisa mengikuti Kathina di Bangkok. Kenapa ini berkah? Karena selain ini merupakan complimentary, juga bertepatan dengan perayaan besar Buddhism dan dapat merayakannya di Negara dengan penduduk Buddhist terbesar di Asia Tenggara.
Suatu ketika saat saya sedang melakukan persembahan, guide yang menemani kami merasa kurang nyaman dan terlihat jelas wajahnya kurang begitu bersahabat dengan salah seorang Biksu yang kami berikan persembahan. Saat prosesi saya diam saja, namun setelahnya saya dan Mama saya bertanya agar jelas duduk permasalahannya.

Guide kami menerangkan bahwa Biksu tersebut saat kami lakukan sebuah prosesi tidak terlihat menerima dengan baik, menggoyang-goyangkan kaki dan badannya serta mencoba untuk berbasa-basi dengan dia dengan bertanya beberapa hal yang tidak sepatutnya ditanyakan oleh seorang Biksu. Saya dan Mama saya tidak memperpanjang lagi dan langsung mengangguk-angguk mengerti.

Kita hidup dalam dunia yang kompleks, siapapun bisa menjadi apa saja yang dia mau. Berpura-pura kaya, bisa berfoto dengan mobil sport dan memajangnya disosial media. Bisa juga dengan berfoto dengan semua emas yang melingkar ditangan, kaki, perut dan kepala. Bisa juga dengan berfoto didalam pesawat pribadi atau apapun juga. Namun bukan berarti bahwa semua orang yang melakukan berpura-pura, karena bisa jadi juga itu adalah kebenaran.

Sebuah kebenaran hanya bisa dipastikan oleh pelaku yang melakukan dan Tuhan. Namun cirinya bisa dipertimbangkan oleh siapa saja. Bagi saya, Biksu adalah manusia juga. Bahkan sebagian besar masihlah manusia biasa yang belum mencapai tingkat kesucian tertentu. Tetapi selama beliau sudah ditahbiskan, sudah melaksanakan Vinaya, berbagi ilmu dalam Dhamma serta berperilaku benar, bagi saya Biksu tersebut sudah jauh lebih baik dari saya yang memilih sebagai perumah tangga (manusia biasa).

Dalam jaman Sang Buddha tidak sedikit kisah Biksu yang berpikiran dan berbuat hal tidak baik. Bahkan seorang kerabat Buddha Gautama yang menjadi Biksu pernah ingin mencelakakan beliau. Hal ini meracuni dan membuat sedikit dari orang yang belum mengenal Dhamma ketika itu menilai Biksu tidak benar. Hal ini adalah karena kebiasaan manusia melihat segala sesuatunya secara stereotype visual.

Di jaman kekaisaran China, hanya Kaisar yang boleh menggunakan Jubah Naga berwarna Kuning. Permaisuri dan Selir Utama juga memiliki hiasan rambut dan pakaian yang berbeda. Ini karena banyak yang belum pernah melihat wajah mereka. Hanya dengan melihat pakaian maka orang biasa menjadi tahu mereka berhadapan dengan siapa.

Walaupun alasan Biksu menggunakan jubah bukan karena sedangkal demikian, namun secara garis besar akan membuat pengertian dan memunculkan stereotype yang sama. Ketika saya berjalan-jalan di jalan raya dan menemui orang yang "Botak" serta mengenakan Jubah, serta merta saya akan memberikan sikap Anjali sebagai penghormatan. Sikap saya ditunukan kepada Jubahnya, individu didalamnya akan juga menerimanya secara tidak langsung.

Karena ini bukan membicarakan Jubah, maka saya tidak menjelaskan panjang pendek kisah Jubah. Namun maksud penulisan ini, dengan dikaitkan dengan gambar dibawah serta kisahnya ingin meluruskan bahwa tidak semua yang menyatakan dirinya sebagai Biksu adalah orang yang baik dan benar. Ada yang berpura-pura menjadi biksu secara artian harafiahnya, atau belum pernah ditahbiskan tetapi menggunakan jubah Biksu. Ada juga yang berpura-pura menjadi Biksu secara batiniahnya. Ditahbiskan, belajar Dhamma, namun melakukan praktek Dhamma yang keliru dan menimbulkan pemahaman yang keliru.

Bagi saya stereotype itu yang harus kita rubah. Kita boleh menghormati jubahnya, namun tidak selalu harus mengikuti perintahnya. Karena bisa jadi Ajaran Dhamma dan ajaran KeTuhanan tidak dilakukannya dengan benar sehingga kita akan menerima informasi yang keliru. Ajaran Buddhist adalah ajaran kedamaian, untuk mencapai kesempurnaan dalam pemikiran dan tingkah lakunya, memiliki keseimbangan Bathin dan mengerti akan kebenaran untuk mencapai Nibbana, bukan untuk menerima dana yang bagus-bagus, menerima sumbangan yang banyak atau menikmati kehidupan duniawi.

Semoga dengan mengerti hal ini maka kita bisa menjadi lebih baik dalam menjalankan kebajikan dan kebenaran, semoga semua makhluk hidup berbahagia, Sabbe Satta Bhavantu Sukkbitatta

Happy Mothers Day 2016

Kata-kata menjadi terlalu sederhana untuk menceritakan apa yang kami rasakan,
Lagu juga menjadi terlalu singkat untuk mengisahkan perjuangan yang dilakukannya,
Persembahan pun menjadi terlalu sedikit untuk menilai apa yang dikorbankannya,

Sekali setahun tidaklah cukup untuk mengucapkan terima kasih,
Terima kasih kepada Tuhan untuk memilihkan Mama yang terbaik buat kami,
Terima kasih kepada Papa untuk memilihkan Mama yang terbaik buat kami,
Terima kasih kepada Leluhur untuk memberikan Mama yang terbaik buat kami,

Sekali setahun tidaklah cukup untuk mengucapkan syukur,
Kepada Tuhan untuk menghadirkan Mama yang terbaik,
Kepada Para Sinbeng karena memberikan berkah Mama yang terbaik,
Kepada para Leluhur karena telah membimbing Mama yang terbaik,

Sekali setahun tidaklah cukup,
Untuk mengucapkan Selamat karena telah menjadi Mama yang terbaik buat kami bertiga,
Untuk memberikan penghargaan "The Best Mom in the world" bagi Mama kami bertiga,

Namun hanya ini yang bisa kami berikan, karena kami tahu apapun yang kami lakukan dan berikan akan tidak pernah cukup atas semua yang pernah Mama lakukan buat kami bertiga

Terima kasih karena telah menjadi Mama kami dan terus mau membimbing serta menyemangati kami, menghibur kami dan mendampingi kami dalam semua peristiwa baik suka maupun duka dalam kehidupan kami

With Many Love, Respect and Honour to our Lovely Mom Lie Ay Ing,