Senin, 05 April 2010

Banyak melanggar, denda membesar

Meski Anda belum tahu, UU Lalu Lintas Angkutan Jalan no. 22/2009 tetap berlaku. Bila melanggar, tentu polisi menindak. Daripada berkilah ini itu, lebih baik baca ini dulu. :-)

Tak punya SIM? Diatur Pasal 281 jo Pasal 77 (1), denda Rp 1 juta.

Berkegiatan lain saat mengemudi, atau dipengaruhi keadaan yang mengurangi konsentrasi? Diatur Pasal 283 jo Pasal 106 (1), denda Rp 750 ribu

Tak mematuhi sinyal peringatan kereta api, menerobos palang di persimpangan rel? Aturan Pasal 296 jo pasal 114a, denda Rp 750 ribu

Melanggar rambu/marka? Diatur Pasal 287 (1) jo psl 106 (4a) dan Psl 106 (4b), denda Rp 500 ribu.

STNK tak sah? Diatur Pasal 288 (1) jo Pasal 106 (5a), denda Rp 500 ribu.

Tanda nomor tak sah? Diatur Pasal 280 jo Pasal 68 (1), denda Rp 500 ribu.

Melanggar batas kecepatan maksimum atau minimum? Diatur Pasal 287 (5) jo Pasal 106 (4g) atau Pasal 115a, denda Rp 500 ribu.

Asesori membahayakan seperti lampu silau, bumper tanduk? Diatur Pasal 279 jo Pasal 58, denda Rp 500 ribu.

Tak mengutamakan pejalan kaki atau pesepeda? Diatur Pasal 284 jo Pasal 106 (2), denda Rp 500 ribu.

Berhenti darurat, tapi tak memasang segitiga pengaman atau isyarat lain? Diatur Pasal 298 jo Pasal 121 (1), denda Rp 500 ribu.

Ada juga denda Rp 250 ribu per pelanggaran:
- Tak membawa SIM
- Tak memakai sabuk keselamatan
- Tak memakai helm
- Malam hari, lampu utama tak menyala
- Mengganggu fungsi rambu, marka, alat pengaman pengguna jalan (berlaku untuk setiap orang)
- Tak mematuhi perintah petugas untuk berhenti, jalan terus, melaju cepat, melambat, atau mengalihkan arus
- Melanggar tata cara penggandengan kendaraan
- Pindah lajur tanpa isyarat
- Membelok atau berbalik arah tanpa isyarat
- Tak memberi prioritas pada kendaraan tertentu, termasuk yang dikawal petugas Polri

sumber: TMC Polda Metro Jaya

Minggu, 04 April 2010

Cheng Beng, Bakti Atau Beban?

Hari ini adalah tanggal 5 April, bertepatan dengan hari minggu. Nanti subuh adalah hari panjang untuk mengnjungi dan melakukan ziarah di kuburan leluhur. Kenapa koq hanya hari ini dalam setahun? well, silahkan baca tulisan saya di

Yang pasti ada pesan moral yang sangat dalam saat kita melakukan ritual Ceng Beng. Festival Qingming pada akhirnya terkait dengan pilar-pilar budaya Tionghoa yaitu penghormatan leluhur, makanan, kekerabatan, keselarasan dan harmony, setia, berbakti, juga kebersamaan.
Dengan menghormati leluhur berarti kita harus menjaga sikap hidup kita agar tidak mencoreng nama leluhur.

Semoga pada perayaan festival Qingming ini kita menyadari bagaimana cara kita menghormati leluhur, caranya sederhana yaitu berikanlah kontribusi positif pada lingkungan kita dan selalulah menjaga perilaku kita agar tidak memalukan para leluhur.

Berbaktilah dan setia kepada negri kita tinggal karena dalam membakar kertas emas maupun perak mengandung makna tanah melahirkan logam dan tanah itu adalah tempat dimana kita berpijak.

Berikut adalah sebuah kisah untuk kita renungkan yang saya ambil dari rekanan kita di http://woxuedao.onsugar.com/Cheng-Beng-Bakti-Atau-Beban-3286018?page=0,0#comment-7031429. Semoga dapat memperkaya diri kita dengan pemahaman yang benar.

Dalam kehidupan sehari-hari Ahong hanya seorang penjual bakpau keliling yang setiap harinya berjualan dengan mengayuh sepedanya yang telah lebih dari sepuluh tahun dengan setia menemani. Setiap pagi dia dan istrinya, Mei lan menyiapkan dagangan mereka disebuah rumah yang lebih layak disebut gubuk. Dengan tekun mereka mengolah bahan-bahan pembuat bakpau sehingga menjadi adonan dan akhirnya bakpau yang siap dijual.

Dengan tiga orang anak, kehidupan mereka tidaklah terlalu menggembirakan. Penghasilan Ahong sebagai penjual bakpau keliling hanya cukup untuk makan sehari-hari keluarganya dan menyekolahkan ketiga anaknya.

Bila hari-hari yang membutuhkan uang yang lebih banyak dari hari-hari biasanya seperti hari raya imlek Ahong cukup pusing kepala. Begitu pula bila hari cheng beng tiba. Kedua orang tua mereka telah meninggal dunia.

Semasa orang tua mereka masih hidup, Ahong sangat berbakti kepada orang tuanya. Saat mereka sakit, dirawat sendiri dengan penuh perhatian dan kasih sayang.

Hari cheng beng tiba, Ahong selalu teringat kepada orang tuanya. Ingin rasanya dia menyajikan persembahan yang lengkap saat sembahyang cheng beng, namun apa daya kemampuan keuangannya tidak memungkinkan. Walaupun begitu, mereka melakukannya dengan tulus dan iklas.

Mereka hanya bisa sembahyang kepada orang tua mereka dengan lilin, hio, buah seadanya tak tertinggal bakpau tausa kesukaan orang tuanya.

Berbeda sekali dengan tetangga mereka yang kaya, saat sembahyang menyajikan hampir semua makanan yang enak-enak dan mahal, disertai pula dengan membakarkan rumah-rumahan, mobil-mobilan dan segala tetek bengek yang tidak masuk akal. Katanya supaya orang tua mereka di alam sana selalu tidak kekurangan, tetap menjadi orang kaya. Dan karena mereka sibuk, mereka menyewa orang-orang yang bisa melakukan upacara buat mereka.

Sewaktu orang tua mereka masih hidup dan sedang sakit, mereka mempercayakan perawatan orangtuanya kepada dokter dan suster karena mereka adalah orang yang super sibuk yang tidak mau direpotkan dengan segala kerepotan merawat orang sakit dan tua. Waktu mereka terlalu berharga katanya, yang penting kan mereka sudah mengeluarkan uang kepada dokter dan suster untuk merawatnya.

Setelah orang tua mereka meninggal, mereka merasa beban telah hilang lepas. Mereka pun jarang melakukan derma karena mereka terlalu sibuk untuk mengumpulkan uang dan menikmati kemewahan.

Sedangkan Ahong, walaupun serba kekurangan sering melakukan derma kepada yang memerlukan. Membagikan bakpau bikinannya kepada yang sedang kelaparan, membantu tetangga-tetangga yang memerlukan bantuan, dan rajin pula sembahyang.

Merasa terbebani saat sembahyang tidaklah ada artinya, seyogyanya dibuat sesederhana mungkin agar kita bisa sembahyang dengan tulus tanpa beban sehingga lebih bermanfaat daripada pikiran terbebani dengan kerepotan dan biaya yang musti dikeluarkan.

Ahong yang dengan kesederhanaan dan ketulusan lebih berbakti dibandingkan Acong yang lebih mempercayai orang lain untuk sembahyang pada orang tuanya. Dengan banyak melakukan kungtek, Ahong meringankan dosa-dosa orang tuanya di alam sana.

Anak cucu banyak berbuat dana, meringankan leluhur dialam sana. Dosa berat menjadi ringan, dosa ringan menjadi lebih ringan dan dihapuskan sehingga lebih cepat reinkarnasi dan terlahir dengan segala kelebihan.

Sumber tulisan : http://woxuedao.onsugar.com/Cheng-Beng-Bakti-Atau-Beban-3286018?page=0,0#comment-7031429